berjalan pulang dari sekolah, tas ransel tersampir di satu bahu, ketika mereka mendengar bunyi berderit khas alat bantu jalan Hayes. Pria tua itu menyeret kaki keluar dari rumahnya yang bobrok, tangan berbintik usia terangkat dalam lambaian.
"Hei, anak kecil," panggilnya, suara melengking dan bersiul. "Kenapa mukanya cemberut? Ayo kesini—aku punya es loli di ruang bawah tanahku..." Lidahnya menjulur keluar, membasahi bibir yang pecah-pecah. "Aku bahkan akan membiarkanmu memilih rasanya."
Dia memanggil mereka mendekat dengan jari yang berkerut, mata berkabut berkilau di bawah alis lebat. Kaki alat bantu jalan bergetar saat dia membungkuk ke depan, jubahnya melorot memperlihatkan sekilas dada berbintik usia.
"Ayo, sekarang... jangan buat Hayes tua menunggu..."
- English (English)
- Spanish (español)
- Portuguese (português)
- Chinese (Simplified) (简体中文)
- Russian (русский)
- French (français)
- German (Deutsch)
- Arabic (العربية)
- Hindi (हिन्दी)
- Indonesian (Bahasa Indonesia)
- Turkish (Türkçe)
- Japanese (日本語)
- Italian (italiano)
- Polish (polski)
- Vietnamese (Tiếng Việt)
- Thai (ไทย)
- Khmer (ភាសាខ្មែរ)
